Deposito koperasi menawarkan bunga hingga 18% per tahun dengan pajak hanya 10%, jauh lebih menggiurkan dibanding deposito bank.
Namun kasus KSP Indosurya yang merugikan 23.000 nasabah senilai Rp106 triliun menjadi alarm bahaya bagi investor.
Per Januari 2025, data Kementerian Koperasi mencatat masih ada 8 koperasi gagal bayar dengan total kerugian mencapai Rp28 triliun.
Angka pemulihan dana sangat minim dimana hanya Rp3,4 triliun atau 12% yang berhasil dikembalikan kepada korban.
Mari bedah perbedaan fundamental deposito koperasi dan bank dari sisi pajak hingga keamanan berdasarkan regulasi terkini.
Perbedaan Pajak Bunga Deposito Koperasi vs Bank
Deposito Bank Dikenai Pajak Final 20%
Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 menetapkan pajak bunga deposito bank sebesar 20% yang bersifat final.
Ketentuan pajak 20% berlaku untuk simpanan di atas Rp7,5 juta baik di bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat.
Bank memotong pajak secara otomatis saat bunga dibayarkan sehingga nasabah langsung menerima bunga bersih setelah pajak.
Karakteristik pajak final berarti nasabah tidak perlu melaporkan kembali bunga deposito dalam SPT Tahunan karena kewajiban pajak sudah lunas.
Untuk deposito di bawah Rp7,5 juta tidak dikenakan pajak sama sekali sesuai ketentuan pengecualian pemotongan PPh.
Deposito Koperasi Hanya Dipajaki 10% dengan Syarat Ketat
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 mengatur pajak bunga simpanan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
Tarif pajak berlapis dimana 0% untuk penghasilan bunga sampai Rp240.000 per bulan dan 10% untuk bunga di atas Rp240.000 per bulan.
Perbedaan mendasar adalah pajak koperasi 10% berlaku karena simpanan dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya, bukan kepada nasabah umum.
Syarat mutlak mendapat tarif pajak 10% adalah harus terdaftar sebagai anggota koperasi orang pribadi, bukan sekadar investor.
Status keanggotaan koperasi berbeda dengan nasabah bank dimana anggota harus menyetor simpanan pokok dan simpanan wajib terlebih dahulu.
Mengapa Tarif Pajak Koperasi Lebih Rendah dari Bank?
Filosofi dasar koperasi adalah lembaga yang didirikan untuk menyejahterakan anggota berdasarkan asas kekeluargaan sesuai UU Nomor 25 Tahun 1992.
Tujuan operasional koperasi berbeda dengan bank dimana bank menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan dengan orientasi laba maksimal.
Koperasi menghimpun dana dari anggota untuk disalurkan kembali kepada sesama anggota yang membutuhkan dengan margin minimal.
Insentif pajak 10% merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap gerakan koperasi sebagai sokoguru ekonomi kerakyatan.
Pemerintah memberikan keringanan pajak karena surplus hasil usaha koperasi dikembalikan kepada anggota sebagai sisa hasil usaha, bukan dividen pemegang saham.
Perbandingan Keamanan: Deposito Bank Dijamin LPS, Koperasi Tidak
Jaminan LPS untuk Deposito Bank Hingga Rp2 Miliar
Lembaga Penjamin Simpanan menjamin deposito bank hingga maksimal Rp2 miliar per nasabah per bank berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2004.
Cakupan penjaminan sangat luas dimana 99,94% rekening nasabah bank umum dijamin seluruh simpanannya per data April 2025.
Syarat mutlak penjaminan adalah tingkat bunga deposito tidak melebihi Tingkat Bunga Penjaminan LPS yang ditetapkan setiap periode.
Per Juni hingga September 2025, TBP LPS untuk bank umum sebesar 4% per tahun dan BPR sebesar 6,5% per tahun.
Jaminan LPS memberikan kepastian hukum bahwa dana nasabah akan dikembalikan penuh jika bank dicabut izin usahanya oleh OJK.
Koperasi Simpan Pinjam Tidak Termasuk Peserta LPS
Fakta tegas yang harus dipahami adalah koperasi bukan peserta penjaminan LPS sehingga simpanan anggota tidak dijamin oleh pemerintah.
Risiko total loss sangat nyata dimana jika koperasi gagal bayar, anggota menanggung kerugian sendiri tanpa ada jaminan dari negara.
Pemerintah berencana membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi melalui RUU Perkoperasian yang dibahas DPR RI pada 2025.
Namun hingga artikel ini ditulis, LPSK belum terealisasi sehingga simpanan koperasi tetap tanpa jaminan pemerintah.
Status perlindungan saat ini hanya mengandalkan tata kelola internal koperasi dan asuransi swasta jika koperasi mengikutsertakan simpanan anggotanya.
Kasus Gagal Bayar Koperasi yang Menghancurkan Kepercayaan
Data mengejutkan dari Kementerian Koperasi per Januari 2025 mencatat 8 koperasi bermasalah dengan total gagal bayar mencapai Rp28 triliun.
Kasus terbesar adalah KSP Indosurya yang merugikan 23.000 nasabah dengan nilai kerugian mencapai Rp106 triliun sejak awal 2020.
Modus operandi KSP Indosurya menawarkan bunga 9-18% per tahun, jauh melampaui bunga deposito bank yang hanya berkisar 3-4% per tahun.
Investigasi PPATK menemukan KSP Indosurya menjalankan skema ponzi dimana dana anggota baru digunakan bayar bunga anggota lama.
Dana tidak disalurkan secara produktif kepada sesama anggota melainkan diinvestasikan pada portofolio berisiko tinggi yang akhirnya gagal.
Kedelapan koperasi bermasalah meliputi KSP Indosurya, Sejahtera Bersama, Intidana, Pracico Inti Utama, Pracico Inti Sejahtera, Lima Garuda, Timur Pratama Indonesia, dan Jasa Berkah Wahana Sentosa.
Status penyelesaian kasus per 2025 masih berjalan lambat dimana baru Rp3,4 triliun yang berhasil dibayarkan dari total Rp28 triliun kerugian.
Regulasi Koperasi Simpan Pinjam: Lebih Longgar dari Bank
Peraturan Menteri Koperasi UKM Nomor 8 Tahun 2023 menetapkan bunga simpanan koperasi maksimal 9% per tahun dan bunga pinjaman maksimal 24% per tahun.
Pengawasan Kementerian Koperasi tidak seketat supervisi OJK terhadap perbankan dimana tidak ada pemeriksaan rutin seperti bank.
Koperasi tidak diwajibkan memenuhi rasio kecukupan modal seperti bank yang harus maintain KPMM minimal 8% dari aset tertimbang menurut risiko.
Audit keuangan koperasi sangat terbatas dimana mayoritas koperasi tidak diaudit oleh akuntan publik independen seperti halnya bank.
Pengawasan internal koperasi hanya mengandalkan pengawas yang dipilih dari anggota sendiri tanpa kualifikasi profesional memadai.
Lemahnya regulasi dan pengawasan inilah yang memungkinkan oknum pengurus koperasi menyalahgunakan dana anggota untuk kepentingan pribadi.
Red Flags Deposito Koperasi yang Harus Diwaspadai
Bunga tidak masuk akal dimana koperasi menawarkan imbal hasil di atas 9% per tahun patut dicurigai beroperasi seperti skema ponzi.
Koperasi tidak transparan dengan tidak mempublikasikan laporan keuangan yang diaudit atau hasil Rapat Anggota Tahunan secara terbuka.
Investor tidak didaftarkan sebagai anggota koperasi resmi dengan simpanan pokok dan simpanan wajib sesuai Anggaran Dasar koperasi.
Marketing sangat agresif dengan merekrut investor umum di luar keanggotaan koperasi yang menyalahi prinsip koperasi sejati untuk anggota.
Nomor Induk Koperasi expired atau tidak terdaftar aktif di database Kementerian Koperasi dan UKM yang bisa dicek online.
Kantor koperasi hanya berupa virtual office atau alamat tidak jelas tanpa kehadiran fisik pengurus yang memadai.
Janji return tetap bulanan tanpa mempertimbangkan kondisi bisnis penyaluran pinjaman yang fluktuatif menunjukkan skema tidak berkelanjutan.
Pajak Rendah Bukan Jaminan Keamanan Investasi
Kesimpulan utama adalah pajak deposito koperasi memang hanya 10% versus 20% di bank, namun tanpa jaminan LPS risiko kehilangan seluruh dana sangat nyata.
Realitas pahit kerugian Rp28 triliun dari 8 koperasi gagal bayar membuktikan minimnya perlindungan hukum dan finansial bagi anggota koperasi.
Prinsip investasi fundamental berlaku dimana return tinggi selalu sejalan dengan risiko tinggi, bunga 9-18% koperasi jauh melampaui risk-free rate deposito bank.
Selisih pajak 10% antara koperasi dan bank menjadi tidak berarti jika dana pokok hilang seluruhnya akibat gagal bayar koperasi.
Deponesia sebaiknya memprioritaskan keamanan dana dengan memilih deposito bank yang dijamin LPS hingga Rp2 miliar per nasabah per bank.
Jika tetap tertarik menyimpan di koperasi, pastikan koperasi transparan, diaudit akuntan publik, dan menawarkan bunga maksimal 9% per tahun sesuai regulasi.
Verifikasi status koperasi di situs resmi Kementerian Koperasi dan UKM sebelum menempatkan dana untuk memastikan legalitas dan keaktifan operasional.
Diversifikasi penempatan dana juga penting dimana jangan menempatkan seluruh tabungan di satu koperasi untuk meminimalkan risiko konsentrasi.
Memahami perbedaan fundamental antara deposito koperasi dan bank membantu Deponesia membuat keputusan investasi yang lebih rasional dan terukur.
Keputusan akhir tetap di tangan Deponesia dengan mempertimbangkan trade-off antara pajak lebih rendah versus keamanan dana yang terjamin penuh.
Sumber Referensi
- https://pajak.go.id/en/node/34297
- https://www.pajak.go.id/en/node/58316
- https://www.kompas.id/artikel/pemerintah-berencana-membentuk-lembaga-pengawas-simpanan-koperasi
- https://www.cnbcindonesia.com/market/20230213180555-17-413454/ini-8-kasus-koperasi-bermasalah-yang-gagal-bayar
- https://www.kompas.id/artikel/apakah-lembaga-penjamin-simpanan-koperasi-sudah-mendesak-untuk-diberlakukan
- https://lps.go.id/simpanan-yang-dijamin/
- https://lps.go.id/jaga-stabilitas-keuangan-dan-perbankan-lps-sesuaikan-tbp/
- https://news.ddtc.co.id/berita/nasional/1802450/ini-batas-tertinggi-bunga-simpanan-dan-pinjaman-koperasi-simpan-pinjam
- https://ekonomi.bisnis.com/read/20230221/12/1630246/penyebab-koperasi-seperti-ksp-indosurya-gagal-bayar
- https://www.tempo.co/ekonomi/profil-indosurya-koperasi-simpan-pinjam-yang-rugikan-23-ribu-korban-hingga-rp-106-triliun-223353

Seorang SEO Specialist yang fokus pada technical SEO dan Content Writing. Menyukai hal baru dalam dunia digital marketing dan selalu berusaha berkembang serta belajar setiap harinya.