September 2025 menjadi bulan penuh kejutan bagi nasabah perbankan Indonesia.
Empat bank pelat merah—BRI, Mandiri, BNI, dan BTN—serentak mengumumkan kenaikan bunga deposito valas dolar AS menjadi 4% per tahun untuk semua tenor.
Lompatan ini sangat drastis.
Sebelumnya, bunga deposito valas USD hanya berkisar 0.75-1.75% per tahun, artinya ada kenaikan hingga 2-3 kali lipat.
Timing kebijakan ini kontroversial karena muncul saat rupiah sedang tertekan, melemah ke level Rp 16.738 per dolar AS dalam waktu seminggu.
Pertanyaan besar muncul: Ini peluang cuan atau ada agenda tersembunyi?
Siapa di Balik Kebijakan Kontroversial Ini?
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tegas membantah kebijakan ini arahan pemerintah.
“Tidak ada arahan dari Kementerian Keuangan atau Bank Indonesia untuk menaikkan bunga deposito valas,” tegasnya dalam konferensi pers 26 September 2025.
Namun sumber internal menyebutkan instruksi datang melalui Danantara, holding BUMN yang menaungi bank-bank pelat merah.
Alasan yang beredar: Bersaing dengan bank luar negeri yang menawarkan bunga lebih tinggi dan menarik repatriasi modal dari Singapura ke Indonesia.
Menkeu mengakui memang ada diskusi soal insentif bagi pemegang valas di luar negeri, tapi riset belum selesai dan baru akan masuk 3 Oktober 2025.
Anehnya, bank BUMN sudah eksekusi kebijakan sebelum hasil riset keluar.
Timeline-nya membingungkan: Rabu (24/9) rupiah Rp 16.430/USD, Rabu sore bank umumkan bunga 4%, Kamis (25/9) rupiah anjlok ke Rp 16.680/USD—melemah 1.52% dalam sepekan.
Pasar menilai kebijakan ini justru memperburuk sentimen negatif terhadap rupiah.
Siapa yang Untung dan Rugi?
Pihak yang Diuntungkan:
Nasabah dengan penghasilan valas seperti TKI, eksportir, atau pekerja multinasional adalah pemenang terbesar.
Mereka dapat bunga 4% tanpa repot konversi rupiah dan terhindar dari fluktuasi kurs.
Investor besar dengan dana idle USD juga diuntungkan karena return 4% jauh lebih tinggi dari sebelumnya dan lebih baik dari bank Singapura yang rata-rata tawarkan 3-3.5%.
Spekulan mata uang berpeluang profit ganda: bunga 4% plus apresiasi kurs jika rupiah terus melemah.
Contoh: Beli USD di Rp 16.500, dapat bunga 4% setahun, jual saat kurs Rp 17.000 = total profit 7%.
Pihak yang Dirugikan:
Bank BUMN sendiri justru terjebak dalam cost of fund tinggi.
Data OJK menunjukkan simpanan valas di bank BUMN mencapai Rp 656.83 triliun (17.68% dari total simpanan), sementara kredit valas hanya Rp 586.53 triliun (15.79% dari total kredit).
Artinya ada idle fund besar yang harus bayar bunga 4% tapi tidak tersalurkan optimal—margin keuntungan bank tertekan.
Debitur kredit valas pasti akan merasakan dampaknya.
Trioksa Siahaan dari LPPI memperingatkan: “Peningkatan biaya dana biasanya dalam waktu tidak lama akan berdampak pada peningkatan bunga kredit valas.”
Nasabah deposito rupiah menghadapi dilema baru.
Spread antara bunga valas 4% dan TBP (Tingkat Bunga Penjaminan) rupiah 3.5% hanya 0.5%, tapi valas lebih menarik sebagai hedge inflasi.
Potensi rush konversi deposito rupiah ke USD bisa terjadi.
Stabilitas rupiah menjadi korban paling nyata.
David Sumual, Ekonom BCA, memperingatkan: “Justru akan membuat nasabah domestik mengonversi ke dolar AS karena suku bunga penjaminan rupiah lebih rendah.”
Makin banyak orang beli USD, makin tertekan rupiah—efek domino yang berbahaya.
Jebakan Tersembunyi yang Jarang Disadari
Penjaminan LPS Hanya Sampai 2.25%
Inilah fakta yang jarang disorot: TBP valas hanya 2.25% per tahun.
Bunga 4% berarti excess 1.75% TIDAK DIJAMIN LPS.
Jika bank bangkrut, Deponesia hanya dapat jaminan bunga maksimal 2.25%—sisanya hilang.
Bandingkan dengan TBP rupiah 3.5% yang jauh lebih aman.
Cost of Fund Naik = Kredit Valas Mahal
Bank yang bayar bunga 4% untuk simpanan harus salurkan kredit dengan bunga lebih tinggi agar tetap untung.
Efek dominonya sampai ke sektor riil: Perusahaan yang ekspansi pakai kredit USD akan bayar lebih mahal.
Investasi terhambat, pertumbuhan ekonomi melambat.
Mana Lebih Cuan: Valas 4% atau Rupiah 5.5%?
Mari kita hitung dengan simulasi konkret modal Rp 100 juta.
Deposito Rupiah (5.5% per tahun):
- Gross income: Rp 5.5 juta
- Pajak 20%: Rp 1.1 juta
- Net income: Rp 4.4 juta/tahun
Deposito Valas USD (kurs stabil Rp 16.500):
- Konversi: Rp 100 juta → $6,060
- Bunga 4%: $242/tahun = Rp 4 juta
- Pajak 20%: Rp 800 ribu
- Net income: Rp 3.2 juta/tahun
- Kesimpulan: Rupiah lebih tinggi Rp 1.2 juta
Tapi bagaimana jika rupiah melemah 5% dalam setahun?
- Kurs saat deposit: Rp 16.500
- Kurs saat cairkan: Rp 17.325
- Pokok $6,060 → Rp 104.9 juta
- Bunga bersih: Rp 3.36 juta
- Total: Rp 108.26 juta vs deposito rupiah Rp 104.4 juta
- Profit lebih tinggi Rp 3.86 juta!
Break-even point-nya sederhana: Rupiah harus melemah minimal 2-3% per tahun agar deposito valas 4% lebih menguntungkan dari deposito rupiah 5.5%.
Keputusan tergantung ekspektasi Deponesia terhadap kurs 12 bulan ke depan.
Strategi Repatriasi Modal: Gagal Total?
Menkeu mengakui ada diskusi menarik dana valas dari Singapura kembali ke Indonesia.
Tapi David Sumual skeptis: “Outflow dari pasar obligasi lebih pada ekspektasi yield obligasi, bukan bunga deposito.”
Modal asing keluar karena yield obligasi Indonesia kurang menarik dibanding Jepang atau Brasil yang sedang naikkan suku bunga.
Bunga deposito 4% terlalu lemah untuk tahan capital outflow.
Bahkan lebih berbahaya: Kebijakan ini justru mendorong capital flight internal—nasabah domestik konversi rupiah ke USD karena takut rupiah terus melemah.
Strategi repatriasi modal yang malah jadi bumerang.
Rekomendasi untuk Deponesia
Pilih deposito valas 4% jika:
- Sudah punya penghasilan dalam USD
- Yakin rupiah akan melemah >3% dalam 12 bulan
- Butuh USD untuk keperluan luar negeri
- Paham risiko kurs dan penjaminan LPS lebih rendah
Tetap di deposito rupiah jika:
- Semua pengeluaran dalam rupiah
- Tidak yakin arah pergerakan kurs
- Prioritaskan keamanan (TBP rupiah 3.5% vs valas 2.25%)
- Ingin return lebih tinggi jika rupiah stabil
Strategi terbaik: Diversifikasi 70% rupiah + 30% valas untuk balance risk-return dan lindung nilai tanpa all-in satu mata uang.
Kesimpulan: Ancaman atau Peluang?
Jawabannya tidak hitam-putih.
Nasabah dengan penghasilan USD, ini peluang emas karena bunga naik 2-3x lipat.
Untuk nasabah rupiah yang konversi tanpa perhitungan matang, ini ancaman kerugian dari spread kurs dan risiko kurs balik menguat.
Buat ekonomi makro, ini ancaman serius bagi stabilitas rupiah dan margin bank.
Yang pasti: Jangan tergiur bunga 4% tanpa hitung total cost.
Ingat excess bunga di atas 2.25% tidak dijamin LPS.
Monitor perkembangan kebijakan ini—apakah permanen atau hanya temporary setelah hasil riset keluar Oktober 2025.
Sumber:
- https://www.kompas.id/artikel/sedot-dollar-as-himbara-kompak-kerek-bunga-deposito-valas/amp
- https://finansial.bisnis.com/read/20250929/90/1915462/kemelut-bunga-deposito-valas-4-himbara-kala-rupiah-tertekan-batal-diterapkan
- https://www.cnbcindonesia.com/research/20250123091312-128-605353/daftar-bunga-deposito-valas-bca-bri–mandiri-bisa-jadi-pilihan-dhe

Seorang SEO Specialist yang fokus pada technical SEO dan Content Writing. Menyukai hal baru dalam dunia digital marketing dan selalu berusaha berkembang serta belajar setiap harinya.