Menjadi ibu rumah tangga bukanlah perkara sederhana. Di balik aktivitas harian yang tampak monoton; memasak, mencuci, mengurus anak, dan membersihkan rumah, tersimpan satu peran vital yang sering tak disadari banyak orang, yakni mengatur keuangan keluarga. Peran ini mungkin terdengar remeh, tapi justru di sinilah letak pondasi ketenangan hidup dibangun.
Salah satu sosok yang paling menarik untuk kita pelajari dalam hal ini adalah ibu rumah tangga di Jepang. Mereka bukan hanya pandai memasak atau merawat rumah, tapi juga dikenal karena cara mengelola uang yang cermat dan penuh perhitungan. Menariknya, cara mereka mengatur uang bukan berasal dari rumus ekonomi rumit, melainkan dari prinsip hidup yang sederhana namun konsisten.
Kalau selama ini kamu bertanya-tanya kenapa masyarakat Jepang bisa sangat disiplin dan teratur, maka salah satu jawabannya ada pada gaya hidup hemat yang diwariskan dari para ibu dari rumah. Yuk, kita gali satu per satu praktik hemat yang mereka jalankan. Siapa tahu, dari sini kamu akan menemukan cara baru dalam memaknai keuangan pribadi dan keluarga.
Daftar isi:
Trik Hemat Keuangan Ibu-Ibu di Jepang

Melansir nhk.or.jp, Kebanyakan ibu rumah tangga di Jepang lebih memilih hidup sederhana dengan sebuah kasur tipis yang bisa dilipat, satu lemari kecil, dan meja belajar. Namun, di balik kesederhanaan itu ada filosofi yang dalam.
Gaya hidup minimalis seperti ini bukan hanya soal estetika atau tren desain interior. Ia lahir dari kenyataan bahwa biaya hidup di Jepang sangat tinggi. Kota-kota seperti Tokyo dan Yokohama bahkan masuk dalam daftar kota termahal di dunia. Maka, tak heran jika para ibu rumah tangga di sana belajar untuk mengatur uang sejak dini, dan itu dimulai dari rumah.
Mereka belajar untuk menekan biaya hidup bukan karena takut kekurangan, tapi karena mereka ingin mengalokasikan uang dengan lebih bijak, menyisihkan untuk pendidikan anak, tabungan masa depan, dan keamanan keluarga. Mereka hemat karena punya visi, bukan karena tidak ingin menikmati hidup.
1. Pakai Metode Kakeibo
Di Jepang, ibu rumah tangga tidak sekadar mencatat pengeluaran harian. Mereka menjalani teknik pengelolaan keuangan yang disebut Kakeibo, atau Kakibo. Konsepnya sederhana, tapi sangat filosofis. Kamu hanya perlu menuliskan semua pemasukan dan pengeluaranmu, lalu merenungkannya setiap akhir bulan.
Mereka menggunakan amplop-amplop terpisah untuk masing-masing kategori pengeluaran, seperti makanan, transportasi, hiburan, hingga dana darurat. Uang di dalam tiap amplop tidak boleh dicampur. Jika satu habis, mereka tidak akan mengambil dari pos lain. Mereka belajar untuk berdamai dengan keterbatasan, dan itulah yang justru membuat mereka merdeka secara finansial.
Ada semacam kepuasan yang tak bisa dibeli saat kamu berhasil menyisakan uang dari setiap pos anggaran. Karena pada akhirnya, hemat bukan soal seberapa banyak yang kamu kurangi, tapi seberapa dalam kamu memahami kebutuhanmu sendiri.
2. Jangan Belanja Buat Ajang Pelampiasan
Pernahkah kamu ke supermarket dengan niat membeli sabun, lalu pulang membawa camilan, minuman, dan lilin aromaterapi? Banyak dari kita menjadikan belanja sebagai bentuk pelampiasan stres. Tapi ibu-ibu Jepang memilih jalan yang berbeda.
Sebelum berangkat, mereka membuat daftar belanja dengan rinci. Di toko, mereka langsung menuju rak barang sesuai daftar, tanpa menoleh ke diskon atau penawaran “buy one get one”. Mereka tahu bahwa toko didesain untuk menggoda pembeli. Mereka tidak anti belanja, tapi mereka mengendalikan diri agar tetap fokus pada kebutuhan, bukan keinginan sesaat.
Dan dari kebiasaan kecil ini, mereka bukan hanya menghemat uang, tapi juga waktu, energi, dan… stres.
3. Masak Sendiri, Ketimbang Beli
Kamu pasti familiar dengan kata “Bento” bekal makan yang disiapkan dari rumah. Di Jepang, ibu-ibu membuat bento bukan hanya karena hemat, tapi juga karena itu adalah ungkapan cinta kepada anak dan suami. Warna makanan ditata sedemikian rupa agar menggugah selera, kadang dengan bentuk lucu agar anak senang.
Tapi lebih dari itu, membawa bekal dari rumah adalah bentuk pengendalian finansial. Jika setiap hari kamu membeli makan siang seharga Rp50.000, maka dalam sebulan kamu bisa menghemat Rp1,5 juta hanya dengan membawa bekal. Begitu pula dengan minuman. Harga air mineral memang tak seberapa, tapi kalau kamu membelinya setiap hari, itu adalah kebocoran kecil yang jika dibiarkan akan menjadi lubang besar.
4. Rutin Mengumpulkan Recehan Uang
Satu hal yang paling menginspirasi dari ibu-ibu Jepang adalah bagaimana mereka memperlakukan uang kembalian. Koin-koin receh tidak dibiarkan berserakan di laci atau jatuh di sudut dompet. Mereka disimpan, dikumpulkan, dan akhirnya ditabung.
Coba bayangkan, kalau setiap hari kamu bisa menyisihkan Rp1.000 saja, dalam setahun kamu sudah punya Rp365.000. Angka ini memang tidak fantastis, tapi bukan jumlahnya yang penting, melainkan kebiasaan di baliknya. Karena dari kebiasaan kecil inilah fondasi keuangan yang sehat dibentuk.
Mungkin kamu berpikir, “Ah, itu kan di Jepang. Di sini beda.” Tapi sebenarnya, prinsip-prinsip yang mereka terapkan bukanlah hal eksklusif yang hanya bisa dijalankan di negara maju. Semua dimulai dari kebiasaan kecil dengan mencatat pengeluaran, membuat daftar belanja, membawa bekal, dan menyimpan receh.
Ibu-ibu di Jepang tidak dilahirkan dengan kemampuan hemat bawaan. Mereka belajar, mencoba, gagal, lalu mencoba lagi. Sama seperti kita. Dan dari kegigihan itulah, lahir keluarga-keluarga yang lebih tenang, karena punya kontrol atas uang yang mereka miliki.
Jadi, kalau kamu ingin mulai hidup lebih hemat, kamu tidak harus menunggu nanti. Kamu bisa mulai hari ini, dari rumahmu sendiri. Karena seperti kata pepatah Jepang: “Chiri mo tsumoreba yama to naru” yang secara harfiah artinya bahkan debu pun, jika dikumpulkan, akan menjadi gunung.
Maknanya adalah bahwa tindakan kecil atau hal-hal sepele yang dilakukan berulang-ulang atau dikumpulkan, pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang besar atau signifikan, seperti gunung
Jika kamu menyukai gaya hidup seperti ini, mungkin sudah saatnya kamu mempraktikkan tips-tips hemat ala ibu rumah tangga di Jepang dalam kehidupan sehari-harimu. Tidak harus langsung sempurna. Yang penting mulai dulu, dan biarkan kebiasaan baik itu tumbuh dalam dirimu, perlahan namun pasti.